Rabu, 01 Juni 2011

Undang-Undang Tentang Pengelolaan Zakat

Di dalam Undang-Undang No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat disebutkan bahwa :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1.      Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
2.      Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
3.      Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat.
4.      Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
5.      Agama adalah agama Islam.
6.      Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agama.
Pasal 2
Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.
Pasal 3
Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan daNN pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan amil zakat.
BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 4
Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasaar 1945.
Pasal 5
Pengelolaan zakat bertujuan :
1.      Meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama;
2.      Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan social meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.
BAB III
ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT
Pasal 6
1.      Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah
2.      Pembentukan badan amil zakat :
a)      Nasional oleh Presiden atas usul Menteri;
b)      Daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama propinsi;
c)      Daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota;
d)     Kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan.
3.      Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif dan informatif.
4.      Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu.
5.      Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas dan unsure pelaksana.
Pasal 7
1.      Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.
2.      Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 8
Badan amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dan lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri.
BAB IV
PENGUMPULAN ZAKAT
Pasal 11
1.      Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah.
2.      Harta yang dikenai zakat adalah :
a)      Emas, perak dan uang;
b)      Perdagangan dan perusahaan;
c)      Hasil pertanian, perkebunan dan perikanan;
d)     Hasil pertambangan;
e)      Hasil peternakan;
f)       Hasil pendapatan dan jasa;
g)      Tikaz
3.      Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama.
Pasal 12
1.      Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki.
2.      Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.
Pasal 13
Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat seperti infaq, shadaqah, wasiat waris dan kafarat.
Pasal 14
1.      Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama.
2.      Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartaya dan kewajiban zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan bantuan kepada muzakki untuk menghitungnya.
3.      Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri.

BAB V
PENDAYAGUNAAN ZAKAT
Pasal 16
1.      Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama.
2.      Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
3.      Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.
Pasal 17
Hasil penerimaan infaq, shadaqah, wasiat, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif.
BAB VI PENGAWASAN
Pasal 18
1.      Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh unsur pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5).
2.      Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota.
3.      Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat.
4.      Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik.
Pasal 19
Badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 20
Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat.
BAB VII SANKSI
Pasal 21
1.      Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, wasiat, hibah, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13 dalam Undang-undang ini diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
2.      Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan pelanggaran.
3.      Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 22
Dalam hal muzakki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan zakatnya dilakukan oleh unit pengumpul zakat pada perwakilan Republik Indonesia, yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil zakat nasional.
Pasal 23
Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu operasional badan amil zakat.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
1.      Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan zakat masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
2.      Selambat-lambatnya dua tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, setiap organisasi pengelolaan zakat yang telah ada wajib menyesuaikan menurut ketentuan Undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
1.      Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
2.      Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.[1]


[1]  Drs. H. Manan Abdul, M. Hum., Drs. M. Fauzan, SH. 2002. “Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama “. Jakarta : Raja Grafindo Persada. h.416-443

Tidak ada komentar:

Posting Komentar